SNI KENTANG SEGAR
(STANDAR
NASIONAL INDONESIA)
Definisi :
Kentang segar adl. Umbi batang tanaman kentang dalam keadaan utuh, bersih dan
segar.
·
Keseragaman warna & bentuk : Keseragaman warna kulit;
Kuning atau Merah.
·
warna daging : Putih, Kuning, Putih kekuning-kuningan
atau kuning keputiha-putihan.
·
Bentuknya
: Bulat, Lonjong/ Lonjong bulat.
·
Keseragaman Ukuran : Ukuran yang seragam sesuai dg
penggolongan 4 macam ukuran berat. Toleransi diatas/dibawah ukuran berat masing-masing 5 % maksimum.
·
Ke rataan
permukaan Kentang : rata bila tidak lebig dari 10 % berat kentang dalam partai
mempunyai benjolan yg lebig besar dari 1 Cm.
·
Kotoran
: semua bahan bukan kentang spt tanah, pasir, batang, daun dsbnya.
·
Kentang
cacat : Kentang yang berpenyakit, berhama, bertunas, pecah, burabah warna,
bermata dalam atau karena kerusakan lain, kecuali bila cacat tersebut dapat
dihilangkan dg pengupasan biasa dan hasil terkupas tidak kurang 90 % dari berat
kentang. Toleransi thd yg berpenyakit maksimum 1 % untuk Mutu I dan 2 % untuk Mutu
II.
·
Ketuaan
ketang : sifat yg ditunjukan oleh kulit kentang yg tidak mudah mengelupas.
·
Tua
bila Kulit kentang kuat & tidak lebih dari 5 % berat kentang dalam partai
mempunyai kulit yg mengelupas lebih dari ¼ bagian permukaan.
·
Cukup
tua : bila kulit kentang cukup kuat & tidak lebih dari 10 % berat kentang
dalam partai mempunyai kulit yg mengelupas lebih dari ¼ bagian
permukaannya.
KLASIFIKASI /
PENGGOLONGAN
Menurut ukuran
berat kentang segar digolongkan menjadi :
- Kecil : 50 g ke bawah
- Sedang : 51 g – 100 g.
- Besar : 101 g – 300 g.
- Sangat Besar : 301
g ke atas.
Sedangkan menurut
Mutunya dapat digolongkan jadi dua :
No
|
Jenis Uji
|
Satuan
|
Mutu I
|
Mutu II
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Keseragaman
warna & bentuk.
Keseragaman
ukuran.
Kerataan
Permukaan k
Kadar Kotoran
(bb/bb)
Kentang cacat
(bb/bb)
Ketuaan kentang
|
-
-
-
%
%
-
|
Seragam
Seragam
Rata
Maks 2,5
Maks 5
Tua
|
Seragam
Seragam
Nirsyarat
Maks 2,5
Maks 10
Cukup tua
|
CARA PENGAMBILAN CONTOH
Jumlah kemasan dlm Lot
|
Juml. kemasan yg diambil
|
1 sampai 3
4 sampai 25
26 sampai 50
51 sampai 100
101 sampai 150
151
sampai 200
201
atau lebih
|
Semua
3
6
8
10
12
15
|
Pengambil contoh harus orang yang terlatih,
berpengalaman dan mempunyai ikatan dg badan hukum.
Berat Jml butir diatas/dibawah ukuran
Keseragaman = X
100 %
Berat
seluruh cuplikan
Butir2
yg mempunyai benjolan > 1 cm
Kerataan =
X 100 %
Berat
seluruh cuplikan
Berat
kotoran
Kadar kotoran = X 100 %
Berat
Cuplikan
Butir2
kentang yg cacat
Jml Contoh yg cacat =
X 100 %
Berat seluruh cuplikan
Brt contoh yg kulitnya mengelupas > 1/4
Ketuaan = X
100 %
Berat
seluruh cuplikan
SNI
TOMAT SEGAR
(STANDAR NASIONAL INDONESIA)
Tomat segar adl Buah dari
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum, Mill) dalam
keadaan utuh, segar dan bersih.
Kesamaan sifat varietas :
Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman dalam
bentuk tomat normal (bulat, bulat lonjong, bulat pipih; lonjong dan beralur)
dan warna kulit buah.
Tingkat ketuaan : Buah
tomat dinyatakan tua apabila buah tomat telah mencapai tingkat perkembangan
fisiologis yg menjamin proses pematangan yg sempurna dan isi dari dua atau
lebih rongga buah telah berisi bahan yg mempunyai konsistensi/kekentalan serupa
jelli dan biji-biji telah mencapai tingkat perkembangan yg sempurna. Buah tomat
dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai kematangan
penuh dg tekstur daging yg lunak dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya.
Ukuran : ukuran dinyatakan
seragam apabila telah sesuai dg penggolongan 3 macam ukuran berat yg ditentukan
dg tolenransi 5 % (jumlah/jumlah) maks.
Kotoran : Kotoran dinyatakan
tidak ada apabila tidak terdapat kotoran/ benda asing yg menempel pada tomat
atau berada dalaam kemasan yg mempengaruhi kenampakannya. Bahan penyekat dan
pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran.
Kerusakan : Tomat dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat
oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yg terlihat pada permukaan buah.
Busuk : Tomat dinyatakan
busuk apabila mengalami pembusukan akibat kerusakan biologis.
KLASIFIKASI /
PENGGOLONGAN
Menurut beratnya
tomat segar digolongkan dalam :
- Besar : lebih dari 150 g / buah
- Sedang : 100 g – 150 g / buah
- Kecil :
Kurang dari 100 g / buah.
Spesifikasi persyaratan mutu
No
|
Jenis
Uji
|
Satuan
|
Mutu I
|
Mutu II
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Kesamaan sifat variet
Tingkat ketuaan
Ukuran
Kotoran
Kerusakan (jml/Jml)
Busuk (jml/jml)
|
-
-
-
-
%
%
|
Seragam
Tua tk terla mtng
Tk trl lunk
Seragam
Tidak ada
Maks. 5
Maks. 1
|
Seragam
Tua tk terl matng, tk terl lunk
Seragam
Tidak ada
Maks. 10
Maks. 1
|
CARA PENGAMBILAN CONTOH
Jml. kemasan dlm lot
|
Jml. kemasan yg diambil
|
1 sampai 100
101 sampai 300
301 sampai 500
501 sampai 1000
lebih dari 1000
|
5
7
9
10
15
(minimum)
|
SNI SALAK
(STANDAR
NASIONAL INDONESIA)
Salak adl buah dari tanaman salak (Salacca edulis Reinw)
Dalam keadaan cukup tua, utuh, segar dan bersih.
KLASIFIKASI /
PENGGOLONGAN
Menurut beratnya
Salak digolongkan dalam :
1.
Besar : lebih dari 61 g / buah
2.
Sedang : 33 g –60 g / buah
3.
Kecil : Kurang dari 32 g / buah.
Spesifikasi persyaratan mutu
Karakteristik
|
Syarat
|
Cara
pengujian
|
|
Mutu I
|
Mutu II
|
||
Kesamaan sifat Var.
Tingkat Ketuaan
Kekerasan
Kerusakan Kulit Buah
Ukuran
Busuk % (bb/bb) minim
Kotoran
|
Seragam
Tua Ttm
Keras
Klt b.Utuh
Seragam
1
Bebas
|
Seragam
Tua Ttm
Cukup K
Kl Kr Ut
Kr. Serg
2
Bebas
|
Organolep.
Organo.
Organo.
Organo.
SP-SMP.
SP-SMP.
Organo.
|
Kesamaan
sifat Varietas : Dinyatakan seragam apabila salak dlm satu lot seragam dlm
bentuk umum buah, bentuk sisik kulit, warna kulit, suing buah dan bentuk biji.
Tingkat ketuaan : Dinyatakan tua apabila salak telah
mencapai tingkat pertumbuhan yg menjamin dpt tercapainya proses pematangan yg
sempurna. Dinyatakan terlalu matang apabila salak matanag penuh dg kulit buah
pecah-pecah, tekstur daging buah lunak dan dg rasa yg demikian hingga dianggap
telah lewat waktu pemasaran.
Kekerasan : Dinyatakan keras
apabila daging buah segar dan tidak lunak serta tidak liat. Cukup keras,
berarti daging buah agak liat.
Kerusakan kulit buah :
dinyatakan utuh apabila tidak retak dan tidak ada bagian yg terkelupas, tetapi
tidak lebih dari 10 % permukaan buah.
Ukuran : Dinyatakan seragam
apabila salak dlm satu lot berukuran seragam menurut golongan ukurannya
berdasarkan berat perbuah yg telah ditentukan dg toleransi 5 % jumlah / jumlah maksimum.
Busuk : Dinyatakan busuk
apabila salak mengalami kerusakan atau cacat oleh sebab biologis, fisiologis,
mekanis dan lain-lain sedemikian rupa sehingga daging buahnya yg terkena tidak
dapat dipergunakan.
Kotoran : Dinyatakan bebas
dari kotoran apabila salak bebas dari benda asing, seperti tanah, bahan tanaman
dan lain-lain, yg menempel pd buah atau berada dalam kemasan yg mempengaruhi
kenampakannya. Bahan penyekat/pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran.
Cara pengambilan contoh dlm
kemasan : Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan spt terlihat pd tabel
di bawah. Dari setiap kemasan diambil contoh sebanyak 2 kg dari bagian atas,
tengah dan bawah diambil secara acak
bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 2 kg untuk
dianalisis.
Jml. kemasan
dlm partai/lot
|
Jml.
Kemasan yg diambil
|
sampai dengan 100
101 sampai dengan 300
301 sampai dengan 500
501
sampai dengan 1000
di
atas 1000
|
5
7
9
10
15
(minimum)
|
Catatan :
Khusus utk pengujian kerusakan dan busuk jml contoh akhir sebanyak 100 buah.
Pengujian dpt dilakukan di lapang.
Produk
dalam curah (in bulk): sekurang-kurangnya 5 contoh diambil secara acak sesuai
dg jumlah berat total spt dlm tabel di bawah ini. Contoh-contoh tersebut
diambil dari bagian atas, tengah, bawah serta berbagai sudut dicampur, kemudian
diacak bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 2 kg
untuk dianalisis.
Jml. Brt.
lot (kg)
|
S/d 200
|
201 -500
|
501 - 1000
|
1001- 5000
|
> 5000
|
Jml. Brt. Contoh yg diambil (kg)
|
10
|
20
|
30
|
60
|
100 (minim)
|
Catatan : sama dg tabel di atas.
Pengemasan : salak dikemas dalam besek, keranjang bambu, peti kayu ataupun
kemasan lain yg sesuai dg berat bersih maksimum 40 kg.
Daun kering, kertas ataupun bahan
lain dapat dipakai sebagai penyekat. Isi dari kemasan tidak melebihi tutupnya.
Pemberian label :
Dibagian luar keranjang diberi label dengan tulisan :
1. Nama barang
2. Jenis mutu
3. Nama / kode perusahaan / eksportir
4. Golongan ukuran
5. Berat bersih
6. Hasil Indonesia
7. Negara / tempat tujuan
8. Daerah asal.
SNI BUAH RAMBUTAN SEGAR
(STANDAR
NASIONAL INDONESIA)
Buah rambutan segar adl buah dari tanaman rambutan (Nephelium
lappaceum Linn) dalam tingkat ketuaan optimal, utuh, segar dan bersih.
Keseragaman kultivar adl keseragaman kenampakan buah
rambutan segar dari kultivar tertentu spt: Simacan, Binjai, Lebak Bulus, Rapiah
dll. Yg ditandai dg bentuk dan warna buah.
Panjang tangkai adl. ukuran panjang tangkai buah dari
ujung yg melekat pd permukaan buah
sampai bekas potongan tangkai buah.
KLASIFIKASI /
PENGGOLONGAN
Menurut beratnya Buah Rambutan segar untuk
masing2 kultivar digolongkan dalam 2 jenis mutu I &
II.
Klasifikasi Berdasarkan Ukuran
Berat
Kultivar
|
Besar
|
Kecil
|
Jumlah
/ kg
|
Jumlah
/ kg
|
|
Binjai.
Lebak Bulus.
Rapiah.
Simacan.
|
Maks.
20
Maks.
35
Maks.
30
Maks.
40
|
> 20
> 35
> 30
> 40
|
Persyaratan Mutu
Jenis
Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
|
Mutu I
|
Mutu II
|
||
Keseragaman Kultivar
Keseragaman Ukuran *)
Tingkat Kesegaran
Tingkat Ketuaan Buah*)
Bh Cacat dab/busuk (J/J)
Pangkal
tangkai:
Kadar kotoran
(bbt/bbt)
Serangga hidup
& / mati
|
-
-
-
-
%
cm
cm
%
-
|
Seragam
Seragam
Segar
Tepat
0
Maks.
10
Maks.
0,5
0
Tidak ada
|
Seragam
Kurang
S.
Kurang
Sg
Kurang Tp
0
maks.
10
maks.
0,5
0
Tidak ada
|
*) Sesuai dg Kultivarnya.
SNI
(Standar Nasional
Indonesia)
JAHE UNTUK BAHAN BAKU OBAT
(SNI 01-7087-2005)
ICS 11-120-20. Badan Standardisasi
Nasional.
Daftar Isi
Daftar isi
Prakata
1. Ruang Lingkup
2. Acuan Normatif
3. Istilah dan Definisi
4. Syarat Mutu
5. Cara Pengambilan Contoh
6. Cara Uji
7. Cara Pengemasan
8. Pemeriksaan Contoh
Bibliografi
Prakata
Standar jahe untuk bahan baku obat disusun dan
dirumuskan oleh Panitia Teknis 78A Produk Segar Pangan, Hortikultura dan
Perkebunan dan elah dibahas dalam rapat konsensus nasional di Jakarta pada
tanggal 18 Juni 2003 yang dihadiri oleh wakil-wakil produsen, konsumen,
asosiasi, balai-balai penelitian, peguruan tinggi, serta instansi pemerinah yang terkait.
Standar ini disusun
sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu (Quaity assurance) mengingat jahe
untuk ahan baku obat banyak diperdagangkan serta mempengaruhi mutu dan produksi
bat.
Standar jahe untuk bahan
baku obat disusun dengan mangacu pada :
a.
Undang-undang
Republik Indonesia No. 12 tahun 1992, tentang Budidaya Tanaman.
b.
Peraturan
Pemerinah No. 44 tahun 1995, tentang Perbenihan Tanaman.
c.
Keputusan
Meneri Pertanian No. 170/Kpts/OT.210/3/2002, tentang Pelaksanaan Standardisasi
Nasional di Bidang Pertanian.
d.
Keputusan
Menteri Pertanian No. 803/Kpts/OT.210/7/1997, tentang Sertifikasi dan
Pengawasan Benih Bina.
Jahe untuk bahan baku obat
1. Ruang
Lingkup
Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan
definisi, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, yarat penandaan, dan cara
pengemasan jahe untuk bahan baku obat.
2. Acuan
Normatif
SNI 19-0428-1998, Petunjuk pengambilan contoh
padatan.
SNI 01-3193-1992, Penentuan kadar minak atsiri.
3. Istilah dan definisi
3. 1. Jahe segar untuk bahan baku
obat
Rimpang (rhizoma) dari tanaman jahe (Zingiber officinale var. Emprit), yang
sudah tua/matang fisiologis, berbentuk utuh dan segar serta dibersihkan (Gambar
l).
3. 2. Kesegaran
Jahe dinyatakan segar apabila kulit jahe tampak
halus/tidak mengkerut, kaku, dan mengkilat.
3. 3. Bentuk rimpang
Rimpang jahe dinyatakan utuh apabia maksimal 2
anak rimpang patah pada pangkalnya.
3. 4. Rimpang betunas
Jahe segar dinyatakan rimpang bertunas apabila salah
satu atau beberapa ujung dari rimpang telah bertunas.
3. 5. Kenampakan irisan melintang
Jahe segar apabila diiris melintang pada alah satu
rimpangnya dinyatakan cerah apabila penampangnya berwarna cerah khas jahe
segar.
3. 6. Serangga hidup, hama dan penyakit lain
Semua organisme yang dapat dilihat dengan mata
tanpa pembesaran.
3. 7. Rimpang yang terluka
Rimpang yang luka pada jaringan endodermis.
3. 8. Rimpang busuk
Rimpag dinyatakan busuk apabila terdapat bagian
yang lebih lunak yang disebabkan jamur atau bakteri dari rimpag yang masih
segar.
3. 9. Kadar akstrak yang larut dalam air
Persentase ekstrak yang larut dalam air dari bahan
yang elah dikeringkan di udara.
3. 10. Kadar ekstrak yang larut dalam etanol
Persentase ekstrak yang larut dalam etanol dari
bahan yang telah dikeringkan di udara.
3. 11. Jumlah telur nematoda
Jumlah telur nematoda yang ditemukan dalam tiap
gram cuplikan kering.
4. Syarat Mutu
3. 1. Syarat umum
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Umum
No.
|
Jenis
Uji
|
Persyaratan
|
1
|
Kesegaran Jahe
|
Segar
|
2
|
Rimpang Bertunas
|
Tidak ada
|
3
|
Kenampakan Irisan Melintang
|
Cerah
|
4
|
Bentuk Rimpang
|
Utuh
|
5
|
Serangga Hidup dan Hama Lain
|
Bebas
|
4. 2. Syarat Khusus
Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Khusus
No.
|
Jenis
Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Rimpang yg Terkelupas Kulitnya (R/jml R), Maks
|
%
|
5
|
2
|
Rimpag Busuk (R/jml R)
|
%
|
0
|
3
|
Kadar Abu, maks
|
%
|
5
|
4
|
Kadar Ekstrak yg Larut dalam Air, maks
|
%
|
15,6
|
5
|
Kadar kstrak yg Larut dalam Etanol, min
|
%
|
4,3
|
6
|
Benda Asing, Maks
|
%
|
2
|
7
|
Kadar Minak Atsiri, Min
|
%
|
1,5
|
8
|
Kadar Timbel, maks
|
mg/kg
|
1
|
9
|
Kadar Arsen
|
mg/kg
|
Negatif
|
10
|
Kadar Tembaga
|
mg/kg
|
30
|
11
|
Angka Lempeng Total
|
Koloni/g
|
1 X 107
|
12
|
Telur Nematoda
|
Butir/g
|
0
|
13
|
Kapang dan Khamir
|
Koloni/g
|
Maks. 104
|
5. Cara Pengambilan Contoh
Cara pengambilan conth sesuai SNI 06-0428-1998, Petunjuk pegambilan contoh padatan.
6. Cara Uji
6. 1. Kadar Abu
Cara uji kadar abu sesuai SNI 01-3187-1992, Bumbu dan rempah-rempah, penentuan abu
total.
6. 2. ekstrak yang larut dalam air
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat
terekstrak dalam air dari suatu bahan berdasarkan pada Materi Medika Indonesia,
Jilid VI, 1995, Lampiran 9.
6. 2. 1. Bahan Kimia
Air deionisasi (air yang telah bebas dari ion-ion
logam).
6. 2. 2. Peralatan
- Oven listrik
- Labu bersumbat
- Penyaring
- Cawan
6. 2. 3. Cara Kerja
Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam,
5,0 g serbuk dengan 100 ml air kloroform (campuran 2,5 ml kloroform dengan air
secukupnya hingga 1000 ml, kocok hinga larut) menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-ali dokocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Saring. Uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan data
yang telah di tera, Panaskan sisa pada suhu 105o C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam %
ekstrak yang larut dalam air, dihitug terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara.
6. 2. 4. Cara menyatakan hasil
Kadar ekstrak yang larut dalam air (atas dasar
cuplikan kering), persen berat = 100 (W1 – W2) W
Keterangan: W1 adalah berat cawan dan isinya dalam g
W2 adalah berat
cawan kosong dalam g.
W adalah berat
dalam g cuplikan kering untuk pengujian.
6. 3. Kadar ekstrak yang larut dalam
etanol
6. 3. 1. Ruang lingkup
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat
terekstrak dalam etanol dari suatu bahan berdasarkan pada Materia Medika
Indonesia, Jilid VI, 1995, Lampiran 10.
6. 3. 2. Bahan kimia
Etanol 95 % (95 g etanol murni dalam 100 g
larutan)
6. 3. 3. Peralatan
a. Oven
listrik
- Labu bersumbat
- Penyaring
- Cawan
6. 3. 4. Cara Kerja
Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam,
5,0 g serbuk dengan 100 ml etanol (95 %), menggunakan labu bersumbat sambil
bekali-kali dokocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 ml filtrat hingga
kering dalam awan dangkal berdasarkan rata yang elah ditera, panaskan sisa pada
suhu 105o C hinga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen ekstrak
yang larut dalam etanol (95 %), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara.
6. 3. 5. Cara menyatakan hasil
Kadar ekstrak yang larut dalam etanol (atas dasar
cuplikan kering) persen berat = 100 (W1 – W2) W
Keterangan: W1 adalah berat cawan dan isinya dalam g
W2 adalah
berat cawan kosong dalam g.
W adalah berat
dalam g cuplikan kering untuk pengujian.
6. 4. Benda Asing
Cara uji penentuan benda asing sesuai SNI 01-3185-1992,
Bumbu dan rempah-rempah, penentuan benda
asing.
6. 5. Kadar minyak atsiri
Cara uji penentuan kadar mnyak atsiri sesuai
dengan SNI 06-3193-1992, Penentuan kadar
minyak atsiri cassia Indonesia.
6. 6. Cemaran logam (timbal (Pb) dan
tembaga (Cu)).
Cara uji cemaran logam timbal dan tembaga sesuai
SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaan
logam, butir 3. 4.
6. 7. Cemaran Arsen.
Cara uji cemaran arsen sesuai SNI 19-2896-1992.Cara uji cemaran logam, butir 6.
6. 8. Angka lempeng total
Cara uji angka lempeng total sesuai SNI
19-2897-1992, Cara uji cemaran mikroba,
Butir 8.
Cara pemeriksaan mikroba No. 1.
6. 9. Telur nematoda
6. 9. 1. Ruang lingkup
Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah telur
nematoda per gram cuplikan kering.
6. 9. 2. Prinsip
Telur nematoda akan terbawa pada larutan NaCl
jenuh dan jumlahnya dihitung di bawah mikroskop.
6. 9. 3. Bahan kimia
Larutan garam
NaCl jenuh (1 gram NaCl dalam 30 ml larutan).
6. 9. 4. Peralatan
- Timbangan
anaitik,
- Saringan teh,
- Mikrofilter
ukuran 0,25 mm,
- Slide mc master,
- Mikroskop
binokuler.
6. 9. 5. Cara kerja
Cuplikan ditimbang dengan jumlah tertentu kemudian
dicuci bersih dengan larutan garam jenuh. Hasil cucian disaring dengan saringan
teh kemudian dilanjutkan dengan mikrofilter. Filtrat yang diperoleh dimasukkan
ke dalam slide Mc Master dan didiamkan selama 5 menit. Jumlah telur dihitung
pada 1, 2, 3, 4, dan 5 strip.
6. 9. 6.Cara menyatakan hasil
Hasil perhitungan pada strip 1, 2, 3, 4, dan 5
dikalikan dengan 300, 150, 75, dan 60, kemudian dibagi dengan bobot cuplikan
kering. Hasil yang dperoleh merupakan nlai terhitung per gram cuplikan.
7. Syarat penandaan
Kemasan diberi label yang ditulis dengan bahan
yang aman yang tidak luntur, data mudah terbaca dengan isi minimal sebagai
berikut:
a) Jenis / varietas
b) Kadar air
c) Tanggal panen
d) Masa kadaluwarsa.
8. Cara pengemasan
Produk dikemas dalam suatu tempat/wadah yang tidak
mengkontaminasi produk memungkinkan sirkulasi udara yang baik secara merata.
Bibliografi
Materia Medika Indonesia, Jilid VI, 1995, Lampiran 9.
Materia Medika Indonesia, jilid VI, 1995, Lampiran 10.